Rabu, 30 November 2016

Tugas kita, wahai muslimah

Sekolah tinggimu bukan untuk jadi karyawati, tetapi untuk menjadi madrasah terbaik bagi si buah hati.

Wanita harus pintar, karena kelak kamu akan menjadi teman diskusi bagi suami.

Akan tetapi, janganlah lupa, setinggi apapun pendidikanmu, kamu akan tetap menjadi makmum bagi suami.

Tinggi pendidikanmu bukanlah satu alasan untuk membangkang kepada suami.

Surgamu ada di dalam ridho suami.
Tetaplah menjadi wanita yang mempesona. Bukan sekadar cantik dan pandai. Bukan hanya pintar, namun juga hormat pada suami dan bukan hanya hormat pada suami, namun juga penyayang pada anak.

Yakinlah, karena dengan indahnya pribadimu, surga akan hadir dalam rumah tanggamu.

Perempuan tulus

Aku pernah menitipkan cinta ini pada seseorang, yang pada akhirnya orang itu tak mengindahkan titipanku. Maaf, jika sekarang aku mencintaimu dengan adanya orang-orang sebelum kamu. Tetapi, percayalah, aku mencintaimu tak ada bekas-bekas lalu, semuanya terlihat baru.

Entah apa yang membuatku memilihmu untuk menjadi partner dalam meraih mimpi-mimpiku. Kadang aku bertanya, mengapa kamu? Semesta kadang selucu ini, memberikan misteri-misteri yang jauh dari nalarku. Yang pasti, aku mencintai kamu. Sudah. Begitu saja.

Ada yang perlu kamu tahu, aku hanya punya tulus. Aku perempuan yang paling bisa menunggu. Aku perempuan yang, yasudah ini aku. Jika aku cinta, maka aku akan mencinta dengan baik. Aku perempuan yang mudah sekali menghujani pipi. Aku perempuan yang sulit sekali untuk marah, sebagai gantinya aku malah menyiksa hati, menangis sampai tak hitung hari, tanpa sepengetahuan siapapun, bahkan orang mati. Hingga pada akhirnya, orang sebelum kamu tak kuat dengan ketulusanku. Maka aku ditinggal, tanpa sebab, berulang kali, sakit menghujam hari, belati balapan menyentuh hati, merobek sana sini, duh, aku takut itu terjadi lagi.

Sudah, aku tak bermaksud mengingat masa lalu. Jelas, sekarang kamu, yang paling aku tunggu, dengan rasa yang baru dan catatan bahagia yang mengharu. Kamu, bagian rencana bahagiaku.

Para Perindu

Begini, perindu itu banyak macamnya. Ada yang memilih diam, ada yang memilih pecicilan, ada yang memilih, yasudah aku berdoa saja. Tetapi berapapun jenisnya, ia tetap sama. Rindu. Dan itu begitu candu.

Kamu pernah menangis tetapi tak keluar air mata? Itu lebih sesak, lebih hancur rasanya. Ada yang terluka, tetapi ia takut bicara. Sebab rindu barangkali menemukan hampa.

Duh, Tuhan.
Tolong pegangi para hati perindu, jangan buat rindunya menemukan jalan buntu, biarlah semakin hari semakin candu, asal rindunya menemukan jalan yang paling syahdu. Sekali lagi, ia hanya merindu. Buatlah semuanya baik-baik saja, meski ia tahu rindunya harus melawan waktu.

Padamu.

Padamu, kupikir tak bisa jatuh cinta.

Ternyata semudah aku menatapmu. Aku luruh utuh pada matamu yang teduh.

Padamu, kupikir hanya sebentar.

Ternyata sampai sekarang, gerak jarum jam yang gesit masih kunamai cinta.

Padamu, kupikir puisiku tak bertuan.

Ternyata kamu nyawa setiap napas dan debar dalam sajak-sajakku yang biasa.

Padamu, aku ingin mencintaimu saja.

Terima kasih,

Dengan saya, kamu.

Dengan saya kamu tidak boleh kekurangan makanan, apalagi kekurangan kasih sayang. Tidak apa, kan, jika saya sedang sakit, kamu yang masak?

Dengan saya kamu tidak boleh sakit. Setiap pagi saya akan buatkan kopi, tidak lupa saya beri puisi.

Dengan saya kamu tidak boleh kedinginan. Jika selimut masih dijemur, saya bersedia memelukmu erat, lekat.

Tetapi tuan,
Dengan saya, kamu maukah tetap menemani langkah yang lebih dari selamanya?

Dengan saya, kamu siapkah tetap menemani dalam masalah sesulit apapun?

Dengan saya, kamu bersediakah tetap mengingatkan bahwa Tuhan selalu ada?

Kamu seperti hal keharusan yang saya cintai setiap hari.

Kamu seperti sarapan wajib yang harus saya temui.

Kamu sudah menjadi rindu yang harus saya tuai setiap detik.

Dengan saya,
Kamu tidak akan bosan.

Dengan saya,
Kamu akan selalu saya cinta.

Dengan saya,
Mari bangun surga bersama.

Hukum gossen 1

Eh, kamu sudah tidur belum? Sudah? Jika sudah, izinkan saya menulis tentangmu, ya.

Jadi begini,
Ini sudah pukul waktunya tidur bagi saya. Tetapi ada yang menunda kantuk, ada yang harus saya tulis malam ini. Dada terasa kupu-kupu yang menggelitik, ia terbang ke sana ke mari, bahkan ke sudut bagian terpojok sekalipun. Ada fakta yang harus saya sampaikan, bahwa dalam posisi tidak ada obrolan, saya sungguh enggan untuk pergi. Entah apa itu, yang jelas, berbincang denganmu, saya selalu ingin berlama-lama. .
.
Kamu tahu hukum gossen 1, kan? .
.
“Jika pemuas terhadap suatu benda berlangsung terus-menerus, maka mula-mula kepuasan mencapai titik tertinggi. Namun makin lama akan makin menurun hingga mencapai titik nol.” .
.
Saya rasa, hukum itu tak berlaku dalam perihal mencintaimu. Kamu tak sekadar membuat saya bisa mencintai diri sendiri, tetapi saya bisa mencintai sekaligus -- asal bersamamu. Mencintaimu, menyayangimu, merinduimu, saya tak menemukan titik jenuh seperti apa yang hukum gossen 1 bilang.

Kamu tahu jatuh itu sakit, kan? Saya rasa, jatuh itu sakit tak berlaku dalam kehidupan saya. Sebut saja, jatuh cinta. Iya, jatuh cinta padamu. Jatuh yang seperti ini, membuat saya enggan untuk bangun, karena jatuh ini sebaik-baiknya saya jatuh. Ah, kamu mengerti, kan, saya menulis apa? Intinya, saya betah jatuh -- cinta. Dan saya ketagihan.

Seperti malam ini,
Berlama-lama denganmu dalam pikiran lebih menyenangkan dibanding tidur. Mematut-matut rindu dalam benak, merawat cinta dalam kalbu, menulis keabadianmu, ini lebih dari bahagia. Kepadamu; saya sulit melirik yang lain. Eh, saya menjadikanmu satu dan hanya satu hehehe.

Entah, bagaimana denganmu?

Berbahagialah selalu dan selamanya,

Ternyata aku tak membutuhkan itu.

Kata orang, untuk menjadi dekat harus menatap muka terlebih dahulu. Kata orang, untuk saling memahami harus bersua lebih lama terlebih dahulu. Nyatanya tidak. Rindu berperan lebih dulu sebelum kita tahu nama masing-masing. Benar, kan?

We talk to each other through messages or via social media lainnya like we talk dalam satu atap. Komunikasi terjadi sangat intens. Apapun dibagi, peristiwa-peristiwa pada hari itu serta pengalaman hidup yang tanpa sadar membentuk pribadi kita lebih baik dan lebih baik lagi.

Kamu tahu? Aku sangat bersyukur pernah diserang wabah kesedihan yang teramat. Jika tidak begitu, mungkin kita tidak akan pernah bertemu. Tuhan menyenangkan, ya. Lebih dari baik. Tuhan menghadirkan kita ketika reruntuhan jatuh menimpa begitu tega. Semesta memberikan pertemuan ini tanpa kita duga sebelumnya dan aku betah, tidak ingin minggat semili pun.

Padamu, aku tidak akan mengutuk jarak. Sebab jika kita terlalu sering menatap, mungkin bosan akan bertamu. Jelas aku akan selalu bersyukur apa yang sudah Tuhan beri. Bukankah Tuhan telah berjanji, jika kita bersyukur maka nikmat akan datang berhambur.

Selamat sayang, sore